"Gita Ferentika"
by: Rizka Dewi
Aku
tersenyum puas saat melihat post-an di blog ku sudah selesai. Blog milikku yang
sudah memiliki banyak viewers. Kenangan-kenangan indah sampai pahit kembali
terngiang di kepalaku. Tulisan yang barusan aku post di blog itu mengingatkanku pada kejadian beberapa tahun silam,
dimana kedua orangtuaku pisah. Saat itu harapanku hancur, pupus, aku sudah
tidak mempunyai pegangan lagi, tidak ada lagi tempatku bersandar, tempat
berbagi cerita, padahal mereka lah motivasiku untuk selalu mewujudkan
cita-citaku. Pecahan-pecahan kaca atau dentuman benda-benda semacamnya serta
isak tangis kerap kudengar.
Kenapa harus
aku yang mengalami? Kenapa aku tidak bisa menikmati masa kecil yang senantiasa
bahagia layaknya anak-anak lain seusiaku ini? Dapatkah aku menukarnya?
Akhirnya kupejamkan mataku, kutarik
nafasku dalam-dalam berusaha menghapus kenangan itu. Hidupku sekarang sudah
cukup nyaman, mempunyai banyak teman dan dikelilingi oleh orang-orang yang
sangat menyayangiku. Dan aku bertemu dengan-nya, sosok pria yang baik dan
membuatku jatuh hati padanya. Namun, takdir berkata lain. Aku berpisah
dengan-nya karena takdir yang membawanya
pergi, dan aku tidak bisa mengelaknya.
∞∞∞∞
Matahari pagi begitu indah,
memancarkan sinarnya yang cukup hangat. Burung-burung berkicau mengiringi
setiap langkah kaki siapa saja yang dilihatnya. Mentari pagi ini menjadi
harapanku agar aku selalu dalam kebahagiaan. Setiap hari, kebiasaan ku setelah
bangun tidur, hal pertama yang aku lihat adalah indahnya cahaya pagi yang
selalu terselip di tiap-tiap bagian tirai jendela kamarku, dan selalu mengucap
harapan-harapanku.
Pagi ini seperti biasa seperti
layaknya murid-murid lainnya yang ingin menuntut hak dan melaksanakan kewajiban
demi cita-citanya masing-masing. Beberapa langkah kutelusuri lorong-lorong
koridor yang masih sepi, mungkin hanya beberapa murid saja yang terbiasa
berangkat pagi sepertiku.
“Gita?” aku menoleh kebelakang saat
tiba-tiba ada yang memanggilku, ternyata Mia teman sebangku ku.
“ya?” jawabku sekenanya.
“Udah sarapan belum? Kantin yuk, belum
sarapan nih belum masuk tuh” lontar Mia cepat,
“Boleh deh, eh tapi tumben dateng pagi
ini, kenapa? Salah pasang alarm?” tanyaku sambil berjalan menuju kantin.
“Hehehe”
Yap! dia Mia Mahatei a.k.a Mia, teman
sebangku ku. Orangnya memang begitu sih, supel
tapi lumayan pintar. Paling susah berangkat pagi, sekalinya pagi malah kepagian
katanya sih salah pasang alarm. Setelah itu mereka pun masuk kekelas karena bel
masuk sudah berbunyi.
Aku penulis
blog (blogger) yang isinya semua
sastra, mulai cerpen sampai puisi. Tapi nggak ada satu orangpun yang tau. Aku
kurang percaya diri, aku malu menunjukkan siapa aku. Tapi aku bukan Nerd dan juga Insecure, aku normal seperti gadis lainnya.
∞∞∞∞
Bel istirahat
pun berbunyi, murid-murid berhamburan keluar kelas, ada yang ke kantin untuk
mengisi perutnya atau ada yang hanya mengobrol saja. Tapi lain halnya denganku,
aku ke kantin bukan untuk sekedar makan atau mengobrol biasa. Tapi setiap hari
yang aku lakukan bersama teman-temanku termasuk Mia adalah mem-bully anak-anak yang terlihat cupu atau
anak-anak baru. Ini bukan sisi yang baik dariku, aku seperti ini bukan tanpa
alasan. Yap! Kejadian beberapa tahun lalu lah yang menyebabkan aku seperti ini.
Itu pasti, aku depresi dan stress. Awalnya aku seperti freak
tapi aku berubah karena itu bentengku, siapapun tidak ada yang berani
macam-macam denganku.
“Git, anak baru
tuh huuuuu.” ucap Mia. “Iya git arah jam duabelas, ada anak baru cewe cantik.”
tambah Kayla.
Kutolehkan
kepalaku ke arah jam duabelas. Tepat! terlihat anak baru cupu yang kebingungan
karena kantin ini sudah lumayan penuh. Kupanggil anak itu yang kutau namanya
Anes, aku yakin dia anak baik yang pastinya polos dan nggak tau apa-apa. Tapi
tiba-tiba ada cowo yang sok jadi pahlawan, yang kutau namanya Vero Varianz,
a.k.a Varo. Aku pernah lihat dia sebelumnya, tapi dimana? Ah! Aku ingat. Iya,
dia ketua tim basket sekolah yang digemari banyak siswi cewe. Yah, kayak saat
ini nih, harusnya kan mereka bantu aku, ngejauhin ini cowo. Dan kayaknya fans-berat
banget. Apa namanya? Verolicious atau
Vero Lovers? biar kayak public figure.
“Mia, kania, lo
berdua tuh apaan sih! Nggak liat gue lagi emosi gini.” bentak-ku pada mereka. Yang
malah dibales mereka cengiran biasa ditambah dua jarinya berbentuk V dengan
istilah kata Piss.
Disaat aku
sedang mengocehi Mia dan Kania, tiba-tiba si cowok supe-hero ini bicara dengan
nada sedikit membentak.
“Ini anak orang,
lo mikir ngga sih ini termasuk kasus pembullyan dan gak pantes anak seusia lo
sok berkuasa di sekolah ini, lo cewe.” skak varo
“Ini urusan gue,
lo ngga usah sok ikut campur, lo bukan orangtua gue.”bentak-ku pada Vero. “Gue
cuman mau bilang ini doang sih, tapi yang pasti kalo lo ngga bebasin anak ini
bakal gue aduin Kepsek. Lo cewe, masa depan lo masih panjang. Lo pernah mikir
ngga seandainya lo yang ada diposisi ini.” ucap vero.
Sedangkan Anes
hanya tertunduk termanggu dengan air mata yang bercucuran dengan deras, Aku
hanya diam oleh kata-kata Vero dan perlahan-lahan sosok itu pergi dari hadapan
ku. Kata- kata Vero tadi sayangnya ngga aku dengar sama sekali, karena
menurutku itu basi.
“Udah ah yuk.”
aku,Mia dan Kania memutuskan untuk pergi dari kantin. Bersamaan dengan itu pula
bel pulang berbunyi.
Seperti biasa,
rumah selalu sepi, setiap hari. Aku bosan, Aku penat, Aku ingin pergi! Tapi
saat kakiku menginjak anak tangga pertama ingin bergegas ke kamar, suara isak
tangis yang kurasa itu Mama dari dalam kamarnya. Lalu dengan bergegas
kulangkahkan kakiku ke kamar Mama.
Dan ternyata
benar, dari sudut ruangan dekat tirai terlihat seorang wanita paruh baya duduk
berselonjor dengan tangan yang memeluk erat sebuah foto yang kutau itu foto
keluarga kami. Marah dan kesal bercampur sedih menjadi satu. Kudekati Mama,
lalu kupeluk dia erat-erat.
“Tadi papa
kamu kesini git, dia bilang mau ngajak kita pindah kerumah barunya, tapi saat
mama tau ternyata disana juga ada istri barunya, mama baru kamu git, kamu
mau?.” Ucap mama sambil terisak.
“Nggak ma, gita
udah nyaman disini, berdua sama mama, rumah kita nggak kalah besar dan mewahnya
kok ma dengan rumah papa, kita punya bibi yang ngurusin rumah dan makan, kita
punya pak Ujang yang bantu bersihin taman dan nganter gita ke sekolah, gita
udah nggak butuh sosok papa lagi ma.” Jelas aku di pelukan mama.
“Kamu nggak
boleh benci papa seperti itu git, papa kamu nggak salah, ini takdir git yang
udan garisin kita kaya gini.”
“Udah deh ma,
nggak usah bela papa lagi, mama udah disakitin dan gita ngga terima itu” Ucap
ku sambil terus memeluk mama. Dan tanpa kusadari mama sudah tidur sedari tadi,
dalam dekapanku.
Malam ini, di
balkon kamarku. Aku kembali memposting sesuatu di blog mengenai kejadian hari
ini.
Bahwa takdir itu memang sudah ada garisnya dan kita sebagai manusia hanya
bisa mengikuti alur dan mengubahnya semampu kita.
Kututup laptop
ku, dan ku tengadahkan kepalaku menghadap langit malam yang luas ditambah
banyaknya hamparan bintang-bintang yang selalu setia membantu menerangi malam
bersamaaan dengan bulan yang sangat indah, dengan angin malam yang sejuk
membuat siapapun terlena oleh buaiannya.
Rasanya hati ini
lega seperti tidak pernah ada masalah apapun yang telah terjadi kemarin dan
hari ini.
Hidup ini rumit
jika kita membuatnya menjadi rumit tapi hidup ini akan indah jika kita
membuatnya selalu istimewa di setiap detiknya. Sekarang hanya ada Aku dan Mama,
tidak ada Papa atau siapapun yang dapat merusak kebahagiaan ku. Seperti biasa,
pagi ini aku harus kembali kesekolah untuk menuntaskan apa yang ingin aku
tuntaskan dan mengejar mimpi-mimpi ku.“Ma, gita berangkat, Assalamu’alaikum”
kucium telapak tangannya sebagai tanda hormatku kepadanya.
“Wa’alaikum
salam hati-hati”.
Aku berjalan
melalui koridor dengan banyak murid yang berlalu-lalang hingga sampailah aku di
depan kelasku. Pelajaran hari ini adalah Sastra. Jujur, aku suka sastra.
Aku suka semua
genre sastra, Puisi, Pantun, Cerpen dan lainnya.
Aku suka cerpen
dan sajak-sajaknya Chairil Anwar dan Kahlil Gibran.
Aku juga suka dengan novel karyanya Asma Nadia dan
Habiburrahman El-Shirazy yang selalu terdapat petuah-petuah islamiah
didalamnya.
Dan terakhir aku
suka Dilannya Ayah Pidi Baiq.
Aku memang terkenal
Bad Girl tapi itu bukan aku
sebenarnya, karena ketahuilah! Perbuatan tidak menjamin baik buruknya seseorang
tersebut, dan itu adalah Aku.
Bel
istirahat pun berbunyi, seperti biasanya setiap hari kantin selalu penuh. Dan
ini kebiasaan aku untuk mengusir siapapun yang berani duduk di meja ku dan
teman-temanku. Terlihat Anes sudah kembali ceria setelah kemarin kubuat nya
menangis. Ia terlihat tunduk dan takut ketika melihat ke arahku.
“Git, anes tuh
git, kerjain lagi yuk” ucap Mia.“Eh, tapi kerjain apaan yaa?.” Tambah Mia. “Iya
juga ya? Kerjain apaan?.” Tambah lagi oleh Kania.
“Gue kerjain di
makanan yang dia pesen ya, gue pedesin aja gimana ya?.” ucap Kania.
“Boleh tuh boleh,
hahaha.” Mia tertawa lepas.
Mulailah Kania dengan
segala trik nya mengerjai Anes. Lalu tiba-tiba terdengar jeritan dari Anes yang
kepedasan. Aku, Mia dan Kania hanya tertawa terbahak-bahak. Namun tiba-tiba
seperti ada yang menggebrak meja kami, dan rupanya itu Vero. Dia lagi dan lagi.
Tapi kali ini aku harus berani maju.
“Lo ngga cukup apa
kemaren buat dia nangis dan malu didepan teman-teman satu sekolah.” Ucap Vero.
“Lo tuh kenapa
sih selalu ikut campur aja urusan orang, lo ngga punya temen atau lo mau ikut
gabung berteman bareng sama gue?.” ucap aku sesekali melirik Mia dan Kania.
“Eh git, udah
deh lo ngga usah sok berkuasa terus disekolah ini, lo itu kaya cewe yang ngga
punya harga diri dan ngga tau malu.” ucap salah satu teman Vero yang kutau
namanya Angga.
“Lo juga kenapa
ikutan sih, cowo mulut banci gitu hahaha.”ucap gue sambil tertawa. “Iya, banci,
culun huu hahahaha.” Tambah Kania.
“Eh git, lo tuh
mikir ya. Dasar lo anak Broken Home-yang
ditinggal Bokap karena selingkuh dan sekarang Nyokap lo gila kan ngga waras,
haha dan ini pengumuman buat lo semua termasuk Mia sama Kania, kalian ngga ada yang tau kan? Ya karena gita malu!.”
skak Angga.
JLEBB!! Bagai
disambar petir. Kata-kata itu secara langsung menusuk hati ku yang paling
dalam. Memang nggak ada yang tau. Dan kebetulan Orang tua Angga pernah satu
perusahaan sama Papa yang otomatis tau semua soal berita keluargaku, tentang
Mama dan Papa.
Kulangkahkan
dengan cepat kakiku ke arah kamar mandi. Aku lari sekencangnya. Kutumpahkan
semuanya, kuluapkan semuanya tangisanku disana, kukunci dan nggak ada yang tau.
Apa mungkin ini
Karma?? Apa mungkin ini hukuman?? Batin-ku. “Git, lo nggak apa-apa?.”
kudengar itu suara Vero, langsung buru-buru keseka air mataku dan bergegas
keluar, tenyata benar itu Vero.
Setelah itu aku
diajak Vero ke rooftop sekolah yang katanya bisa ngelepasin semua beban yang
ada di hati. Satu fakta yang aku tau dari Vero ternyata Vero juga nggak punya
Papa (meninggal) dan katanya disini dia suka meluapkan semua emosinya. Dan
terakhir, Vero baik. Saat semuanya pergi jauh dari ku, dia setia tetap
bersamaku, menemaniku. Mulailah dari situ aku cerita semuanya ke dia dan aku
juga memberitahu dia kalau aku penulis blog dan ngga ada yang tau.
Sejak saat itu aku
mulai dekat dengan Vero. Saat Mia dan Kania yang kuanggap sahabat terbaikku
bahkan sebagai keluarga sendiri, ternyata malah pergi menjauhiku ketika aku
bukan siapa-siapa lagi. Dan sekarang namaku yang sudah tercoreng di sekolah.
Ternyata faktanya mereka hanya ingin terkenal dan popular.
Aku mulai
menulis lagi di blog setelah lumayan lama aku tidak aktif.
“Cinta?
Apa itu cinta?
Apa definisi Cinta yang sesungguhnya? Bukan
dari novel teenlit yang sering kubaca
Menurutku cinta itu sesuatu perasaan yang
menjalar ke hati seperti petir
Perasaan yang seperti angin, tidak dapat
dipegang tetapi cukup dirasa
Tidak permanen dan kadang kala dapat hilang.
Lalu, bagaimana menurutmu?”
∞∞∞∞
Post-an ku yang
entah keberapa itu sebenarnya menggambarkan bagaimana perasaanku. Ya, entah
dari mana datangnya--Entah dari mana asalnya perasaan ini tumbuh.
Yang jelas saat
ini aku merasa, aku mencintainya seutuhnya, sebagaimana gadis remaja seusiaku.
Ya, bersamanya
kurasa nyaman. Bersama Vero aku merasa tenang. Namun, kisah ku ini tidak
bertahan lama, karena suatu kejadian yang memisahkan aku dengan dia.
Saat itu hujan
deras, dan motor yang kutumpangi bersamanya licin sehingga jatuh terjembab
kedalam kubangan yang cukup besar. Saat itu memang terdapat sebuah bus yang
melaju kencang dan karena hujan jadi tidak terlihat cukup jelas. Padahal saat
itu diatas motor, kami sedang tertawa bersama melepas kebahagiaan kami--karena
baru saja hari itu Vero menyatakan cintanya kepada ku. Kepalaku terkena batu
yang cukup besar lalu aku di bawa ke Rumah Sakit terdekat. Tetapi ternyata
benturan itu menyebabkan mata sebelah kiri ku rusak dan akhirnya tidak
seimbang. Sehingga aku membutuhkan seorang pahlawan yang mau mendonorkan
matanya untukku.
Aku masih ingin
menulis.
Aku masih ingin
melihat Vero dan Mama bahagia.
Sampai akhirnya
tiba saatnya aku operasi mata karena dokter sudah menemukan pendonor yang tepat
untukku. Hati ku teramat sangat gembira. Tetapi saat semuanya selesai dan lancar,
ternyata salah. Aku salah! Aku merasa ada separuh yang hilang dari
diriku-entah, aku tidak tahu itu apa.
Vero kemana? Apa
sejak aku operasi dia ngga ada? Atau mungkin dia pergi meninggalkanku setelah
tau kalau aku buta? Batin-ku
“Selamat ya
sayang, mama senang kamu bisa melihat lagi.” peluk mama kepada ku. “Mama kangen
banget sama kamu.” tambah mama.
“Iya ma, gita
juga senang bisa ngeliat lagi.”
“Selamat ya
gita, tante senang bisa ketemu kamu lagi.” ucap mama Vero seraya mendekapku.
“Iya tante,
makasih.” Ucapku seraya memeluk-nya. “ Oh ya, vero ngga ada ya? Sibuk ya?”
tambah-ku pada mama Vero.
“Tante, kenapa
kok diem? Gita salah ngomong ya tan?.” tanyaku lagi pada mama Vero.
Entah apa yang
ada difikiranku, fikiran buruk tentang Varo, namun ku usir fikiran itu, karena
aku yakin semuanya baik-baik saja. Tetapi setelah aku melihat keraguan dari
balik mata mama Vero, fikiran itu datang lagi, dan aku rasa ini s.e.r.i.u.s dan
bukan main-main.
“Vero…. Udah
ngga ada sayang, vero sudah bersatu sama kamu. Saat kamu membuka mata , kamu
bisa melihat dan merasakan Vero.” ucap mama Vero terharu.
“Jangan bilang
kalau Vero yang ngedonorin matanya buat aku? Ma? Tan? Jawab!”
“Iya sayang,
dia nggak tega ngeliat kamu kehilangan semangat kamu lagi, dia sayang sama
kamu” jawab mama.
∞∞∞∞
Aku hanya bisa
menangis dan meratapi semuanya. Aku kehilangan laki-laki yang aku sayang untuk
kedua kalinya. Pertama papa yang tega ninggalin aku sama mama sendirian. Dan
sekarang aku kehilangan Vero, cinta pertamaku, dia yang mengajarkan aku betapa
berharganya hidup ini, bagaimana menjadi orang baik dan bagaimana caranya
mencintai dan arti cinta itu sendiri.
“Hidup itu berharga git,
jangan pernah kamu sia-siain hidup itu dengan semena-mena. Karena kita nggak
punya banyak waktu.”
“Aku yakin papa kamu itu
baik, nggak jahat. Nggak ada orangtua manapun yang mau nyakitin atau ngecewain
anaknya. Percayalah!.”
“Kalau menurut aku cinta
itu indah. Iya, perasaan yang indah dan membuat siapapun berbunga-bunga saat
merasakannya. Dan sekarang aku ngerasain itu sama kamu. Aku cinta kamu saat
ini, nggak tau besok. Mungkin iya. Tapi intinya aku cinta kamu! Hahaha.”
∞∞∞∞
Kulihat mamaku dan mama Vero pun ikut menangis. Dan sekarang
disini, di depan makam Vero aku berdiri, aku hanya bisa menangis dan bilang kalau semua ini
nggak mungkin, semua ini mimpi, tapi apalah daya tak sampai.
Aku akan ingat semua apa yang pernah kita lewatin. Karena
hidup itu waktu yang sangat berharga.
Tunggu cerpen-cerpen yang selanjutnya yaaaaa.... :D
0 komentar:
Post a Comment