CERPEN SEDIH
Merpati putih
Cinta. Tanpa kuberitahu, semua orang juga mengerti apa itu cinta, dari anak SD, SMP, SMA, tua, ,muda, kaya, miskin bahkan nenek-nenek sekalipun mengertti cinta. Cinta. Sebuah kata yang sangat fenomenal, tak terlihat secara fisik, seperti angin yang kapan saja, dimana saja dia akan berhembus. Setiap denyut nadi seseorang seperti sebuah listrik yang terpancar apabila saling bergesekan. Cinta adalah anugerah dari yang Maha Kuasa. Cinta adalah perasaan saling menyayangi, mencintai, dan saling pengertian terhadap satu sama lain. Namun cinta terkadang tidak dapat sejalan dengan takdir, hidup dan matinya seseorang. Menurutku itulah definisi cinta. Karena akupun pernah merasakannya. Rasa yang tiada tara, hingga saatnya cintaku hilang, pergi terbawa angin. Dialah merpati putihku.
Mentari pagi begitu indah terpancar melalui jendela kamarku. Aku selalu senang bangun pagi karena aku bisa merasakan indahnya matahari pagi, sejuknya udara di pagi hari, bahkan terkadang aku masih bisa menemukan embun-embun yang sedang berjatuhan di dedaunan. Dan yang paling aku senangi adalah ketika pagi hari merpati-merpatiku sudah bangun dan aku bisa melihatnya.
Hari ini seperti biasa, aku berangkat ke sekolah. Sekolah baruku, teman baruku, dan guru baruku. Aku siswa kelas 11 SMA di salah satu sekolah di jakarta. Aku bukan siwa baru yang harus mengikuti MOS, aku adalah murid baru, murid pindahan. Aku pindah karena Ayahku yang ditugaskan ke Jakarta. Kota yang katanya sangat ramai, penuh kemacetan, seperti sekarang ini aku sedang menunggu kemacetan selesai. Setelah sampai, aku langsung menuju ke ruang Kepala Sekolah untuk menanyakan dimana kelasku. Ternyata aku masuk di kelas MIPA2 (kalau dulu A2).
Tok..tok..tok.. "Ya, silahkan masuk" kata seorang guru didalam kelas.
Aku menunngu diluar, karena sekarang KEPSEK sedang berbicara dengan guru tersebut. Sampai akhirnya aku dipersilahkan masuk dan memperkenalkan diri.
"Hai, namaku Arina Widyatika,kalian bisa memanggilku Arina, salam kenal semua"
Mereka semua menjawab 'Hai' dengan serempak, aku senang. Itu artinya secara tidak langsung mereka menerimaku dengan baik. Oke, ini awal yang baik.
Bel istirahat pun berbunyi, aku diam saja karena tidak tau mau kemana, dan bersama siapa. Tapi untungnya teman sebangku ku Neya mengajakku ke kantin. Sesampainya dikantin aku duduk di pojok kantin, sedangkan Neya yang memesan. Tiba-tiba saja ada 2 orang cewek dan 1 cowok datang ke mejaku dan Neya, kutebak dia teman Neya karena sebelumnya ngobrol dengan Neya. Mereka menyapaku dengan Hangat. Yang kutahu namanya Adit, orangnya Humor padahal baru kenal tapi sudah bisa membuat kami semua tertawa termasuk aku, hingga sampailah Neya di meja kami. Karena asyiknya kami bercanda, tiba-tiba dari arah pintu kantin muncullah Beberapa siswa laki-laki yang kutahu dari Adit mereka adalah Gengster atau preman sekolah. Salah satu dari mereka adalah ketuanya dan dia melirikku. Langsung kutundukkan mataku dan berkutat kembali kepada siomay pesenanku.
Waktu bel pulang sekolah pun tiba, aku berjalan ke parkiran bersama Neya, Adit, Lisa dan Tia. Neya mengajakku pulang bareng, tapi kutolak dengan halu karena kau takut nanti mang Adi akan menyusulku, jadi kusuruh Neya duluan. Jam menunjukkan Pukul 4 sore, dan mang Adi belum datang juga. Kucoba telpon berkali-kali bahkan aku sudah menghubungi telpon rumah namun tidak ada jawaban, rasa gelisah dan takut mulai menjalari diriku. Apalagi jalanan sini memang sepi, sepertinya jarang ada angkot yang masuk. Namun Tuhan berkehendak lain, ada seseorang berseragam SMA sama denganku juga belum pulang, kulihat dengan jelas ternyata dia adalah Ketua gengster yang tadi kata Adit. Semakin khawatir aku.
"Duh, jangan dekat, jangan aku mohon" Ucapku dalam hati sambil gemetaran. Mana hari sudah sore.
Namun sepertinya dia mendekat kearahku. Dan benar saja dia sekarang sudah berada disampingku.
"Kenapa belum pulang" katanya sekedar basa-basi (menurutku).
"Belum, lagi nunggu jemputan" jawabku se-kenanya.
"Oh, dijemput? anak mami" katanya
Oh tidak, apa katanya tadi? Anak mami? Rasa khawatirku tadi berubah menjadi amarah ingin rasanya bilang "Apa? kamu bilang anak mami? beraninya ya kamu bilang begitu, padahal kamu belum tau yang sebenarnya" namun akirnya ku urungkan, karena kau takut nantinya dia akan macam-macam denganku apalagi setelah kutahu dia adalah Gengster.
"Mau bareng?" tanyanya
pengen rasanya bilang "engga usah! makasih!" tapi lagi-lagi kuurungkan dan akhirnya aku hanya menjawab "Ngga usah, Ngga apa-apa"
Akhirnya dia pergi dengan sepeda motornya. Sesaat setelah itu hujan turun dengan cukup deras. Aku masih disana, di tempat yang sama. Tiba-tiba motor dia tadi datang lagi, ternyata dia belum pulang.
"Ayo naik, gue kasian liat lo cewek sendirian disini sore hujan-hujan begini, jangan mikir macem-macem, buruan naik" katanya
Tak terfikir untuk menjawab karena, kedinginan pengen cepet pulang, akhirnya aku naik ke motornya.
Besoknya, disekolah, Neya datang tergesa-gesa menghampiriku. Dia bilang ada rumor hangat tentang aku. Ternyata rumornya itu gara-gara kemarin aku pulang bareng sama gengster itu, yang kutahu ternyata namanya Vano, Giovano lebih tepatnya. Yang katanya Most Wanted nya sekolah, idolanya sekolah. Pantesan dari aku masuk gerbang tadi banyak cewek-cewek yang melihat tajam kearahku. Lngsung buru-buru aku jelasin ke Neya msalahnya, sebelum Neya mikir yang engga-engga.
Pulangnya, aku kembali nunggu mang Adi, tapi sebelum itu. Aku ditarik vano, diajak ke Atap sekolah. membicarakan perihal rumor yang tersebar tadi. Dia ngejelasin kalau bukan dia yang menyebarkan, katanya itu adalah paparazi sekolah yang suka ngurusin orang. Aku ngga marah ke Vano tapi aku marah kee paparazi itu, sekolahan kok ada paparazi nya, segitu tenarkah Vano? menurutku biasa-biasa aja. Aku ngga tau, mungkin besok aku suka sama dia atau ngga tau juga, mungkin yaa mungkin..
Besoknya, benar. aku jatuh cinta pada Vano. Awalnya itu gara-gara Bu Siwi nyuruh aku untuk membimbing dia bahasa inggris. Ah, seperti guru les saja. Mungkin mulai dari situ aku suka padanya, ternyata orangnya ngga se-menakutkan yang aku kira, asik, baik, humor. Aku suka ketawa sendiri ngebayangin lawakannya Vano dirumah. Akhirnya lama kelamaan aku semakin dekat dengan Vano. Sering pulang bareng, bahkan dia mau Menemaniku ke toko buku yang padahal isinya buku semua pastinya buat dia bosen. Tapi ternyata engga sama sekali, malahan dia baca buku juga, tapi buku TTS ngga tau deh kenapa.
Hari ini aku berangkat dengan Vano, dia tadi menjemputku dirumah. Hari ini hari yang paling bahagia dalam hidupku, karena dari tadi Vano hanya menatapku, menunggu ku didepan kelas, makan berdua, ahh.. rasanya seperti orang pacara. Klise ya memang, tapi inilah yang kurasakan.
Sampai suatu hari, aku mendapat kabar buruk tentang Vano. Ibunya menelvonku, katanya Vano kecelakaan. Padahal hari itu Vano sempat bilang dia akan memberiku sebuah kejutan kecil.
"Rin, dandan yang cantik ya hari ini, aku mau ngajak kamu ke taman. Aku mau ngasih kamu sesuatu. Pokoknya dandan yang cantik. 15 menit lagi aku jemput. Oke," ujar Vano.
"Iya, aku dandan yang cantik pokoknya buat kamu, emang mau kasih kejutan apa sih?"
"Kalau dikasih tau sekarang bukan kejutan namanya" ujar Vano.
Begitulah kira-kira isi pesan singkat yang Vano kirimkan. Dan sekarang aku sedang ada di rumah sakit, tempat yang paling ngga aku sukai, karena dulu Mama pergi disini, dan sekarang Vano yang ada disini, cinta pertamaku.Pujaan hatiku.
Disini ada mama Vano, Papa, dan adiknya, juga aku. Mama Vano nangis di dalam dekapan Papanya Vano. Sedangkan adiknya, nangis dengan duduk sembari menekuk kedua lutut dan terisak didalamnya. Dan aku, berdiri di depan pintu menunggu Dokter keluar dan berkata bahwa baik-baik saja, disini juga ada teman-teman Vano, ada Neya, Adit dan yang lainnya. Menunggu Vano ku, cintaku, datang kepadaku, meraih tanganku, menggenggamnya dan mendekapku dan bilang kalau semuanya bakal baik-baik saja. Namun harapan itu rasanya hancur, musnah terbawa oleh segenap rasa sakit ku, rasa pedihku, saat Dokter bilang Kalau Vano sudah tiada. Tangisku pecah seketia, aku menangis di bahu Neya, aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak perduli.
Sesaat setelah pemakaman, mama Vano mengajakku kerumahnya dan memberikanku sepasang merpati putih, katanya itu adalah hadiah yang tadinya mau diberi Vano langsung ke aku sebelum terjadinya kecelakaan, bersama sebuah surat didalam amplop warna pink yang isinya "Sepasang merpati ini, menggambarkan ada aku dan kamu, aku ingin kita berjanji akan bersama selamanya, seperti sepasang merpati yang selalu setia selamanya". Tapi kamu bahkan melanggar janji itu van, janji yang kamu samakan dengan sepasang merpati!. Aku menangis disitu, mamanya Vano pun ikut menangis. Kedua merpati itu aku bawa pulang, dan ku letakkan bersama merpati-merpati ku yang lain. Aku bahkan sebelumnya tidak tau darimana Vano tau bahwa ku suka merpati, mungkin dari Neya, yang waktu itu pernah main ke rumahku.
Hari demi hari kulewati tanpa Vano, tanpa dirinya, tanpa bayangannya, dan tanpa cintanya, namun tetap dengan Merpatinya. Sepasang merpati yang selalu aku rawat, aku jaga layaknya ku menjaga Vano, menjaga cinta sucinya. Kini merpati tidak lagi bersama, karena takdir yang tidak memperbolehkan mereka untuk bersama. Takdir yang merenggut cinta dan kasih sayang mereka. Sebab takdir tidak tau kapan akan terjadi, akankah dengan cinta? ataukah tidak.
Nah, itulah cerpen nya, klise sih memang. Tunngu Cerpen-Cerepen selanjutnya ya guys, karna yang pastinya, gue bakal kasih yang terbaik disini. Sorry kalau ada typo atau bahasa yang agak kurang jelas, karna gue baru belajar buat nulis gini nih. Happy reading, semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment